Perempuan Bicara Masalah Finansial : Tiga Sisi Mata Uang

Sebentar lagi jenazah akan dibawa pergi untuk prosesi pemakaman. Ruang tamu yang tadinya cukup hening mendadak ribut-ribut. Ibu saya jatuh pingsan. Akhirnya, jenazah bapak diantar tanpa kehadiran Ibu.

Bapak meninggal mendadak. Tiada angin tiada hujan. Tanpa pernah sekali pun dirawat di rumah sakit, tidak pernah terbaring kesakitan di rumah. Pergi begitu saja meninggalkan seorang istri dan ketujuh anak-anaknya. Ketujuh anak-anak yang belum satu pun ‘menetas’. Yang tertua masih duduk di  bangku kuliah, yang bungsu belum genap berusia setahun.

Mungkin, saya pun akan pingsan ketika berada di posisi ibu saat itu.

Gambar : thegrindstone.com
Gambar : thegrindstone.com

Dua puluh dua tahun lalu, malam itu, seperti biasa Bapak berangkat mengendarai Vespa hijau tuanya untuk bermain bulutangkis bersama teman-teman di sebuah lapangan.

Dua jam kemudian, dering telepon mengabarkan kalau bapak tiba-tiba tumbang di lapangan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Lima belas menit setelah itu, telepon kembali berdering. Hanya 5 menit di ruang gawat darurat, serangan jantung membawa Bapak pergi untuk selamanya.

Seperti kondisi Ibu, seorang kerabat perempuan yang saya kenal juga mengalami hal yang sama. Di usia yang terbilang belum terlalu tua dengan anak-anak yang belum beranjak dewasa, mendadak ditinggal pergi oleh suami. Tapi kondisi ibu dan kerabat ini cukup kontras.

Setelah Terhantam Badai Tak Terduga

Gambar : pikiran-rakyat.com  masalah finansial perempuan
Gambar : pikiran-rakyat.com

Selama Bapak ada, Ibu saya cukup aktif menemani beliau mencari nafkah untuk keluarga. Ibu bahkan memiliki usaha jahit sendiri, walau kecil-kecilan. Bapak saya sendiri adalah seorang pedagang eceran yang sudah memiliki kios sendiri di Pasar Sentral yang berlokasi cukup dekat dari rumah.

Tetap saja, pasca kematian Bapak, badai ekonomi perlahan tapi pasti menghantam kehidupan finansial keluarga. Satu demi satu, dari kios di pasar hingga rumah 3 lantai yang kami tempati, harus dijual. Akhirnya, kami berpencar dan tinggal menumpang di rumah-rumah kerabat lain. Jujur saja, saat-saat itu adalah salah satu masa terberat yang harus saya lewati.

Setelah saya dewasa barulah saya mengingat-ingat kembali, di mananya yang salah?

Karena sebenarnya saat Bapak meninggal, barang di kios lagi penuh-penuhnya. Tak ada cicilan apa pun kecuali cicilan barang-barang jualan yang seharusnya bisa dilunasi jika barang sudah terjual. Memang ada pinjaman usah dari bank, tapi nilai jual rumah dan kios serta isinya jauuuuh melebihi utang tersebut. Mengapa bisa bangkrut?

Belakangan saya ketahui, kontrol keuangan ada di Bapak sepenuhnya. Ibu bahkan cukup kesulitan menagih utang-utang para pelanggan yang kebanyakan tinggal di kota-kota lain. Selama ini, semuanya di-handle Bapak. Ibu nyaris tidak pernah memegang kendali masalah finansial saat Bapak masih hidup. Karena meninggalnya pun mendadak, tak pernah ada fase hand over.

Menghidupi 7 anak dengan usaha yang terbilang tidak terlalu besar memang cukup menantang. Entahlah bagaimana dulu Bapak mengelolanya. Sepeninggalnya, tabungan terkikis dengan cepat. Antara kaget, kalut dan tidak siap, ketiga hal itulah yang mungkin harus dihadapi oleh ibu saya.

Asuransi, Sang Penolong di Saat Genting

Sementara kerabat lain yang saya ceritakan tadi adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Dalam artian, beliau tidak memiliki penghasilan apa pun. Pendapatan keluarga bergantung sepenuhnya pada pemberian dari suami, seorang pegawai biasa yang juga memiliki sebuah bisnis sederhana.

Kerabat saya tidak sampai bangkrut. Mendengar cerita dari kerabat lain yang lebih dekat dengannya, saya jadi tahu bahwa kerabat ini cukup lihai mengendalikan keuangan keluarga selepas ditinggal suami. Bisnis suami tetap dijalankan seperti biasa. Malah bisa membeli sebuah properti baru yang dijadikan bisnis kos-kosan dari uang asuransi jiwa suaminya.

Bantuan dari dana asuransi. Inilah yang sama sekali tidak ada dalam keluarga Bapak dan Ibu saya. Faktor pendidikan yang memang tidak tinggi dan lingkungan pergaulan di pasar yang sepertinya belum terjamah mengenai masalah asuransi ini.

Tentu tak mudah bagi seorang perempuan jika harus menghadapi ‘badai’ seperti yang pernah dialami oleh ibu dan kerabat tadi. Namanya perempuan. Setegar-tegarnya mencoba bertahan, pastilah ada saja terselip rasa sedih, tidak siap dan mungkin panik.

Gambar : huffingtonpost.com masalah finansial
Gambar : huffingtonpost.com

Saat masa-masa ‘jeda’ tersebut, memiliki asuransi bisa menjadi salah satu penolong dalam situasi sulit.

Every Money-Talk Has 3  Sides of The Story

Jika umumnya tiap kisah memiliki dua sudut pandang yang bisa berbeda layaknya sekeping mata uang yang memiliki 2 sisi, maka perencanaan keuangan memiliki dimensi lebih.

Selama ini fokus hanya tertuju  kepada sisi pendapatan dan pengeluaran. Terlupakan satu sisi yang tidak kalah pentingnya … pengelolaan keuangan :).

Berbicara finansial tidak otomatis membuat makin besar pendapatan makin sukses dalam hal keuangan. Menjaga sinergi antara pendapatan dan pengeluaran via pengelolalaan itulah yang menjadi intinya.

Dalam rumah tangga saya pribadi, terus terang masalah keuangan lebih  banyak didominasi oleh suami. Tapi saya bukannya sama sekali buta. Saya selalu diberitahu soal apa pun termasuk dimintai persetujuan dalam keputusan finansial  walau satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga hanyalah suami. Saya sudah memutuskan berhenti bekerja sejak anak pertama belum berusia setahun.

Tak masalah siapa nahkoda keuangan dalam rumah tangga. Tapi pastikan, saat nahkoda mendadak berhalangan, kapal tidak ‘oleng’ dan tetap bisa melaju dengan baik. Untuk istri yang saat ini tak memegang kendali finansial, tetap harus menyiapkan diri jika suatu hari harus menjadi nahkoda pengganti.

Salah satu cara menyiapkan dana khusus yang bisa cair saat-saat ‘masa pelik’ datang adalah dengan asuransi tadi. Masalah klaim yang kadang dijadikan momok bagi sebagian orang tak usah terlalu dikhawatirkan. Asalkan semua keterangan dan dokumen lengkap, proses klaim dapat berjalan lancar.

Pengelolaan keuangan jangan hanya memperhatikan rutinitas periodik laju uang keluar-masuk. Dalam masalah finansial terkini, investasi menjadi tak terelakkan dalam pengelolaan keuangan. Seperti penekanan di cerita di awal, “Sedia payung sebelum hujan,  sedia bunker sebelum badai.”

Investasi terdiri dari macam-macam level. Biasanya, makin besar keuntungan yang diharapkan di masa depan, makin besar pula resiko yang dihadapi. Pengelolaan resiko ini yang biasanya membuat banyak orang ragu. Padahal, investasi dengan resiko cenderung terukur sudah banyak yang ditawarkan. Salah satunya berinvestasi via asuransi.

Asuransi modern tak hanya menawarkan jaminan ‘pasif’ seperti misalnya asuransi yang bersifat proteksi murni. Salah satu keuntungan memiliki asuransi selain resiko yang fleksibel dan terarah adalah, “sambil menyelam minum air.” Menyiapkan proteksi sekaligus berinvestasi. Baik jangka pendek maupun jangka panjang.

perempuan masalah finansial

    • Untuk proteksi jiwa sekaligus investasi ada banyak pilihan produk. Fungsinya bisa bersifat jangka panjang atau pendek dengan fleksibilitas jumlah premi dan rentang periode yang bisa dipilih.
    • Untuk asuransi pendidikan atau pensiun di masa depan juga ada.
    • Perusahaan- perusahaan asuransi masa kini juga banyak yang menjalin kerjasama dengan bank-bank tertentu dalam penawaran produk asuransi.
    • Asuransi berbasis Shariah yang makin  mendapat tempat di tanah air.

Perempuan Layak Memilih 

Banyak pendapat yang seolah ‘mendiskreditkan’ seorang ibu rumah tangga yang tak punya penghasilan. Sementara saya rasa, kaum perempuan seharusnya boleh mempunyai pilihan. Hal yang paling sering menghantui untuk mengambil keputusan berhenti bekerja adalah ketakutan finansial jika tiba-tiba pencari nafkah keluarga tidak ada lagi. Entah bercerai atau meninggal dunia.

Saya selalu percaya, perempuan diciptakan tak sama. Saya menghargai sesama perempuan yang telah menikah jika memutuskan untuk terus berkarier di kantor demi penghasilan tetap. Saya mendukung penuh. Tapi saya pun menghormati rekan lain yang memutuskan untuk fokus di rumah. Walau seringkali, fokus di rumah tak berarti tak memiliki penghasilan sendiri.

Saya maklum, jika berkaca dari pengalaman beliau, Ibu saya awalnya tidak mendukung niat saya berhenti bekerja. Tapi sejujurnya, saya merasa setelah punya anak, prioritas hidup saya sudah berubah. Setelah sebelumnya, sejak lulus kuliah hingga 7 tahun penuh, merintis karier di kantor. Ini pilihan pribadi yang cocok untuk situasi dan kondisi saya. Perempuan lain tak harus menjalankan hal yang sama.

Apakah memutuskan untuk ikut berkarier di luar rumah, mencari penghasilan dari rumah, menghabiskan waktu berfokus pada anak semata, menekuni hobi tanpa perlu memikirkan materi… perempuan selalu layak untuk memilih tanpa tekanan apa pun :). Mari saling menghargai.

Ibu bekerja tak serta merta sanggup memikul beban keuangan jika mendadak harus ada dalam posisi kepala keluarga. Ibu rumah tangga tanpa penghasilan apa-apa pun bisa pun tak selalu pasti terpuruk jika harus ditinggal oleh sang pencari nafkah. Melek finansial adalah keniscayaan bagi seorang perempuan, apa pun status yang dipilihnya setelah menikah.

Mari menetapkan pilihan dan tetap cerdas menyikapi masalah finansial untuk sekarang, besok, dan seterusnya. Pilihan hari ini … penentuan penting untuk hari esok.

sun life cimbsunlife co id  masalah finansial

 

 

22 comments
  1. kalau asuransi secara hukum islam gimana kak?atau yang penting pilih asuransi syariah?menurut ka Jihan, lebih memilih mana: asuransi jiwa/kesehatan, atau asuransi pendidikan?trims sharingnya

    1. JIwa dan kesehatan lebih priioritas sih, ya. Kalau pendidikan malah belum ikut hehehe. Saya ikut yang investasi bukan yang proteksi murni. Jadi, fluktuatif memang. Soal hukum Islam mesti cari-cari dulu referensinya nih :D.

  2. Keren, Ji. Seperti selalu. Semoga menang yaa. Salam hormat buat Ibu. 🙂

    1. Terima kasih Mbak. Sungguh kehormatan ini dikomentari sama Mbak Siti :D.

  3. Saat sy berhenti bekerja, ibu sy jg ga setuju krn ibu sy jg single parent stlh cerai. Jd ibu mengharuskn sy punya penghasilan. Dgn alasan spt dek jihan, sy tetap pilih berhenti kerja saat anak pertama kls 4 SD (waktu itu sih beralih ke bisnis selama 4 tahun, skrg udh ga). Walau single parent , sy ga susah amat waktu itu krn bu ada penghasilan sbg guru. Utk pengelolaan keuangan, ibu sy cukup piawai. Sy byk belajar. Skrg di rumah tangga saya, walau sumber utama dari suami, utk pengelolaan keuangan sy yg pegang kendali (tentu konsultasi jg dgn suami) krn suami maunya tahu beres aja, bagi tugas katanya krn kebetulan sy pernah kerja di bank dan belajar ttg investasi dll. Asuransi sy lbh pilih jiwa murni spy preminya rendah jd ga gabung ke investasi. Utk investasi sy ke LM dan reksadana

    1. Wah sama Mbaaaa :D. Saya kebetulan dulu pernah bekerja di perusahaan asuransi juga. Iya betul, proteksi murni preminya lebih kecil :). Untuk reksadana juga biasanya diprovide sama perusahaan asuransi.

  4. kok artikel ini ga ada #spon nya? voluntary atau mandatory nih kaka? 🙂

    1. Ini lomba blog kok hehehe 😀

  5. Oh, baiklaaahhh… ketika Neng Poni ikut lomba blog, makaaaa…. daku jiperrrr, kakakk… hahahah… aku masih ngedraft aja nih mak. Udah dari 2 pekan lalu, kayaknya. Blum ter-publish juga. Hiks.

    1. Ayooo Maaaakkk :D. Deadline masih besok kan ya? Yaela, ini sebenarnya out of reach ya karena gak jago review product nih hihihihi :p.

      1. Email2 ke panitia lancar jaya ya mak? Soalnya, mak Tayo kmrn sempat sambat soal email yang enggak kekirim. InsyaAllah besok ikutan deh. Bismillah… Yang penting, BIKIN TULISAN, hahahah…

        1. So far gak error sih Mak, tapi gak ada balasan sama sekali nih :(. Katanya kalau diterima direply.

  6. Apakah memutuskan untuk ikut berkarier di luar rumah, mencari penghasilan dari rumah, menghabiskan waktu berfokus pada anak semata, menekuni hobi tanpa perlu memikirkan materi… perempuan selalu layak untuk memilih tanpa tekanan apa pun :). Mari saling menghargai….
    Saya suka bagian ini, saya bnget nieh…hehe

    1. Ya harusnya emang gitu ya :D. Mending sharing-sharing info ngatur duit ajah :p

  7. Waah Jihan …. saat itu, Jihan masih di Makassar .. berarti Kak Chammank masih kuliah ya? Berarti seharusnya saya tahu ya masa itu tapi saya ndak ingat. Aah .. pasti sulit sekali. Dan kisah Ibu berjuang, pernah dituliskah? pengen baca kalo pernah nulis. Beliau pada akhirnya menjadi perempuan yang tabah ya?

    Eh, good luck lombanya 🙂

    1. Iye’ Kak, bulan mei 1992. Saya baru selesai ebtanas tanggal 6 Mei, Bapak meninggal hari jumat tanggal 8-nya hehehe. Dijanjika’ mau dikasih uang kalau NEM ku bagus :D. Gak jadi deh dapat hadiah hahahahaha.

      Seringmi ditulis, duh di postingan yang mana ya hahahahahahahha… Ada ji di buku The Davincka COde. Kasimi alamatta’ nanti kukasih gratis. Bukan untuk direview kok hihihi. Bagi-bagi aja. Soalnya stok di saya banyak dan ndak ada yang beli kodong :p.

      Soal lomba, gak dapat reply apa-apa dari panitia ya? Kalau gak salah Kak Niar cerita dapat reply, ya :D. Mungkin belum lolos sensor hihihihi.

  8. Mak J… tengkiuuu atas semangat yang kau tumpahkan *whuaaa… aku jadi ikut nih lomba blog… Monggo mampir ya mak, daku cerita soal Mengkasar dan Padang loh Mak. Ini dirimu + pak suami banget kan, hehehe….

    1. Meluncuuurrrr 😀

  9. Selalu suka dengan cerita mbak Jihan. Dapet pencerahan dimari.

    1. Terima kasih, Mbak 😀

  10. Wah kereeeen tulisannya semoga menang ya mbak!

    1. Terima kasih sudah mampir ya ^_^. Ummm…pesertanya banyak dan sangar-sangar nih :D.. Jadi ya … terima kasih doanya juga ya :D.

Comments are closed.