The You and The Me .. The Pina and The Colada :D

“Bawangnya seberapa? Merah sama putih sama banyaknya? Atau berapa per berapa? Terus masukinnya kapan itu jahe, lengkuas, serehnya, bareng-bareng? Tahunya sudah matang gimana? Dari baunya atau lamanya? Daging lembek itu dari lamanya atau harus diapain? Masa semua harus dirasa-rasa doang, sih?”

Sampai-sampai mama saya bete banget kali, tuh, di suatu sesi memasak sambal goreng daging di dapur saya hahahahaha. Nyolot amat yang diajarin.

Happy Cooking Mama ^_^ (gambar : destructoid.com)
Happy Cooking Mama ^_^ (gambar : destructoid.com)

Walau saya selalu merasa saya ini orangnya otak kanan banget tapi entah ya sering juga dalam mempelajari sesuatu saya merasa nyaman dengan metode ‘otak kiri’. Macam belajar menyetir sewaktu masih gadis dulu.

Terbuai dengan sebuah artikel di sebuah majalah perempuan di masa-masa jomblo dulu, “Ayo, tahun ini niatkan mempunyai ketrampilan baru yang anda idam-idamkan tapi belum kesampain sampai sekarang.”

Antara berenang, naik sepeda (roda dua! hahaha) dan menyetir mobil. Berenang waktunya susah dan tempatnya terbatas, naik sepeda apalagi. Saya akhirnya mendaftar kursus menyetir mobil . Mobil enggak punya tapi nekat mau belajar nyetir hahaha.

Gambar : theanimatedwoman.com
Gambar : theanimatedwoman.com

“Bang, ini kalau mau belok setirnya diputar berapa derajat kira-kira?”

“Kalau menekan gas pertama kali sampai angka di depan ini nunjuk berapa?”

“Tekannya kira-kira segimana ya? Berapa centi tuh masuknya?” (Apanya yang masuk, Neng? Hahahhahaha).

“Kecepatan berapa kira-kira baru kita ganti gigi? Apa setiap kenaikan 20 km sudah harus ganti gigi?”

Stres gak tuh instrukturnya? Hahahahhhaha . Mau nyetir atau belajar matematika, Neng?

10 tahun berlalu dan kini kembali menghadapi rasa takut di belakang kemudi barulah saya tersadar. Menyetir mobil itu sama dengan memasak. Sama juga dengan menulis. Semuanya bersifat keterampilan. Yang makin dilatih makin terlatih . Apakah perlu punya bakat khusus untuk menyetir, memasak, atau menulis? Everyone can do it for sure ^_^.

Gambar : listverse.com
Gambar : listverse.com

Jadi ingat film Ratatoulie, “Everyone can cook.”

Ha? Jadi semua orang bisa menjadi pembalap, penulis handal dan masterchef kah? Isssh, gak gitu juga kaleeeee .

Kita berbicara dii tahap BISA bukan MAHIR kan, ya? . Kalau masalah bisa memasak dan bisa menyetir memang awalnya begitu. Ribet dulu biasanya .

Cuma naturally, dalam urusan menyetir, laki-laki lebih berani daripada perempuan. Umumnya . Kadang ada juga anomali. Karena adik saya yang perempuan itu cuma butuh sejam untuk belajar naik sepeda roda dua dan 5 menit untuk muter-muter kompleks pakai sepeda motor hihihi.

Urusan memasak? Dulu itu laptop nangkring di atas meja samping kompor untuk memastikan takaran bumbunya pas hahahaha. Sekarang? Saya lihat resep untuk lihat bahan-bahannya saja. Sekadar memastikan. Ukurannya ya cuma pakai feeling saja πŸ˜€.

Kalau sudah tiap hari memasak, sudah terbiasa juga dengan bumbu. Improvisasi bukan hal yang sulit.

Gambar : destructoid.com
Gambar : destructoid.com

Tapiiiiiii … jujur saja, saya memasak MURNI karena KEWAJIBAN . Tidak ada niat membuka katering atau memasak untuk lucu-lucuan, diatur-atur di atas piring, dihias-hias, difoto-foto terus diposting deh! Hehehehe. Nope, it’s not me! .

Kalau bikin kue, I don’t care tampilannya macam mana. Rasanya yang saya fokuskan .

Jika ada yang bilang, perempuan HARUS BISA MEMASAK, I’m in! Benar itu. Pasti bisa kok asal mau apalagi kalau kepepet hihihihi .

Tapi kalau ada yang bilang PEREMPUAN HARUS SUKA MEMASAK! Nah, saya kurang setuju hehehe.

Kalau untuk sekadar bisa, segala macam keterampilan standar itu bisa dipelajari. Tapi untuk menyukainya, butuh sentuhan khusus yang namanya … PASSION!

Saya ketawa-ketawa mendengar teman saya di Jeddah dulu bilang gini, “Ih, kok bisa menulis panjang-panjang begitu sebentar banget. Gimana caranya? Apa gak capek ya? Apa gak bete? Gimana tuh luangin waktunya?”

Saya balas, “Lah lo kok bisa bikin siomay segala macam secepat itu gimana caranya? Gak ribet apa? Gimana tuh bisa punya banyak waktu di dapur begitu?”

“Lah, gue kan emang hobi memasak.”

Exactly. Situ hobi masak, sini hobi nulis! *jabatTangan* πŸ˜€.

Gambar : techgirl.co.za
Gambar : techgirl.co.za

Jadi, kalau ada yang bertanya, “Duh, pengin jago masak tapi enggak ada waktunya.”

Itu bokis saja berarti hehehe. Because once you’re really eager about something, you will always have time to pursue it.

Mungkin kalau kepengin sesuatu tapi merasa tidak punya waktu, lupakanlah! . Maybe… simply it’s not your passion .

Dan mengapa pula kita harus dipaksakan seragam harus suka ini itu sih? Mengapa perempuan yang memutuskan di rumah harus belajar menulis? Harus suka memasak? Kudu gemar menjahit?

Ada Yin ada Yang. Kalau semua suka memasak, kasihan dong yang terpikir untuk membuka katering untuk cari tambahan. Terus, yang beli siapa? . Kalau semua suka menjahit, bangkrut deh usaha jahit yang banyak juga terdiri dari usaha rumahan kecil-kecilan.

Such a big pressure kalau kita semua dituntut bisa ini itu . Untuk keadaan kepepet, mau tak mau harus dijalani, tapi kalau enggak kepepet, boleh dong ah langganan katering atau beli-beli pernak pernik lucu-lucu hasil karya teman sendiri atau di segambreng toko online yang tersebar di banyak penjuru dunia maya .

Juga yang lagi ngetren masalah membuka usaha sendiri. Duh, saya paling tidak setuju kalau teman yang mencoba menjajakan bisnisnya dengan cara ‘merendahkan’ mereka yang memilih menjadi karyawan.

“Ih, kok mau ya jadi karyawan seumur hidup?”

Hati-hati dong, kalau semua jadi pengusaha terus itu usaha dijalankan dengan apa? Robot? :p.

Which way to choose? Gambar : sterlingeducation.com
Which way to choose? Gambar : sterlingeducation.com

Kayaknya kereeeeeenn banget kalau kita memutuskan untuk berhenti bekerja dengan siklus rutin 9 to 5 untuk memulai usaha sendiri. Merasa bangga tiada terkira. If it’s your passion then we all are happy for you . You go for it, good luck and wish you all the best *gayaCheerLeader*.

Tapi balik lagi. Kita tidak harus seragam kan, ya .

Kenapa memangnya kalau kerja kantoran? Merasa diperbudak? Tidak bebas? Tidak keren? Tidak bisa kaya? Tidak punya kebebasan financial? bla bla bla … Kebebasan financial has nothing to do with whether you’re an employer or an employee. Salah kaprah banget deh itu .

Tidak mengapa jika sebagian dari kita sudah merasa ‘enough’ dengan rutinitas berkantor.

Jangan sampai kebanggaan itu ujung-ujungnya merendahkan profesi lain, sih, ya harusnya. Dihubung-hubungkan dengan “tangan di atas” yang lebih berkah karena banyak membuka lapangan kerja. Balik lagi, kalau semua sibuk membuka lapangan kerja terus itu lapangannya siapa yang ngisi? Hahahaha πŸ˜€.

Mari berpikir positif terus dan menjaga keseimbangan hidup. Tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga lingkungan. Saling menyemangati itu yang lebih berkah sepertinya ya πŸ˜‰.

Saat mudik kemarin menyempatkan diri bertemu emak-emak ribet ini. Ribet tapi langsing dong ya kitaaaaa hahahahaha *gakPentingAmat* . Kampus yang sama di angkatan berbeda-beda, bertemu lagi di gedung yang sama di Gatsu sana. Terus, beberapa tahun bareng, sampai akhirnya mencar lagi.

emak emak ribet

Yang satu baru saja pulang dari Michigan dan masih agak-agak gegar budaya di Jakarta hihihi, good luck for your new business anw, Riniiii :D.

Yang satu juga lagi mudik dari Singapura, ngikut suami yang lagi belajar di sana. Eh, kemaren si Dona kagak sharing cita-citanya apa yak. Mau jadi dokter, insyinyur atau apa nih Dona, ke depannya? hahahaha

Terus yang terakhir … teman saya banyak yang sampai sekarang memilih tetap berkarier di kantor yang itu. HIdupnya tetap berwarna. Udah ganti angka ya statusnya. Gajinya bikin ngiri. Huh, harusnya kemarin ditraktir tuh kita semua hahhahaha. Hebantnya, dia tetap bisa meluangkan waktu menekuni hobi menjahitnya . Eike nih kebagian salah satu hasil karyanya .

Thanks ya, Icha ^_^. Sekarang tas-nya udah ke mana-mana ini hihihi.

Dia masih malu mau memasarkan hasil karyanya, katanya belum bagus. Wah di mata saya yang kemampuan menjahitnya mentok di benerin kancing sama jelujur-in jahitan yang lepas sudah keren banget itu tas-nya β™₯.

Lagian gaji udah gede ya, Dear, udahlah itu tas-tasnya kasih-kasihin ke gue aja hahahahaha –> bukan teman yang baik!

tas icha

Justru seru kalau berjumpa dengan yang macam-macam ini. Mengobrol ngalor ngidul tentang impian dan cita-cita masing-masing. Tanpa hendak menjustifikasi kehidupan siapa yang lebih keren dan lebih oke? Suka tidak suka, rumput tetangga selalu lebih hijau, kok, biasanya :p.

Mau jadi apa pun mau memilih jalan yang mana pun, yang harus seragam itu adalah perasaan ikhlas-nya, ya :). Being content all the time is the real challenge for all of us :D. Semangat berbaginya juga ^_^.

β€œContentment is natural wealth, luxury is artificial poverty.”
― Socrates, Essential Thinkers – Socrates

Yak, sudah keluar kata mutiaranya. Sudah sahih berarti, ya hihihihi.

Bersyukur selalu dalam perbedaan karena yang pasti … tiap jalan kehidupan punya rahasianya masing-masing ;).

β€œMy point is, life is about balance. The good and the bad. The highs and the lows. The pina and the colada.”
― Ellen DeGeneres

Gambar : pettao.com
Gambar : pettao.com

***

10 comments
  1. Hihihi tulisan yg menginspirasi di tengah kegalauan qu mbak πŸ™‚

    Btw semua orng bisa masak, tapi enak atau ngga nya itu yg masalah. Kayak aq yg udh belajar masak, download video masak memasak tapi ttp aja koq rasanya ga seenak yg seharusnya.

  2. Cakep nih mbak tulisannya. Jadi inget baru nyoba belajar masak pas baru nikah :))))

  3. Lho.. lho.. lho.. lagi di Indonesia nih?? Mau dong ketemuan, kan pengen book signing πŸ™‚ bukunya baru aja sampe kemaren sore dan…. belum bayar tentunya!

    betewe.. jadi inget ama oven tangkring di atas kulkas yang sejak dibeli 2 tahun lalu ampe sekarang SAMA SEKALI belum pernah dipake.. wkwkwkwkw…

    akuh sukanya makaaaan bukan masak πŸ˜›

    1. Ah Pit dia ke gatsu aja gak lapor sama gatsu 40 gitu loh padahal kan mau dipamerin ke lantai yg full nomer 2 meski gak boleh kampanye dan mau ditraktir kiepci di gedung sebelah huh

  4. Sahih, sahiiih!!! Baca tulisan ini, seolah menemukan oase di hidupku yang (belakangan ini) berasa hampa bin hambar, mak. Beberapa kali, stalking status temen2 jaman kuliah, SMA, dll. Dan, aku merasa, olala…. betapa diriku ini “rendah” binti “hina” banget yak? Temen2 sudah bergaji baguuuussss banget, berkarir cihuuuuyyy banget, kuliah S-3 di luar negeri, sementara saya??? *nangis darah*

    Makasih banget mak J. Makasih. Terima kasih banyak atas pencerahannya. Setiap orang punya jalur dan skenario hidup masing2. No regret. Just count our blessings! *hugs*

  5. Eh, btw itu Nabil ya yang dipangku? Kok wajahnya membik-membik, kayak mau nangis gitu yak? Kenapa?? Bosen, kayaknya dia terjebak di arisan emak2 hahahah…..

  6. wow..salam kenal Mak Jihan..nice writing πŸ™‚
    pas banget tuh di kala timeline FB sibuk ngomongin ibu bekerja dan stay at home hehe, keduanya hebatttt

  7. Salam kenal, baca2 ini mewakili hati gw bingitz.. He2.. Saat coba mulai kewajiban masak, saat terpaksa mesti bisa nyetir, saat mencoba meikhlaskan diri pd pekerjaan krn dilema antara keluarga dan kerjaan. He2

  8. Wooow menyenangkan sekali bacanya,
    Salaam kenal πŸ™‚

  9. Hmm… kalo passion saya apa ya…? Gak jelas juga nih hehe… makanya bingung mau melakukan apa?

Comments are closed.