Again! Again! Again!

 

Sebenarnya pengin juga sering-sering menulis tentang sirah Nabawiyah atau tokoh-tokoh Islam terkenal. Terutama yang seperti Al Farabi dkk, yang hidup sebelum tahun 1000 M. Untuk menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan modern sebenarnya sudah lebih dahulu dikenal dalam peradaban Islam . Sementara kaum terpelajar Eropa baru tercerahkan setelah abad kegelapan mulai ditinggalkan (sekitar abad ke-16). Tapi, sebelumnya Eropa juga sudah mulai ‘menggeliat’ di zaman Eropa Klasik. Tapi … ah, panjang ceritanya. Kapan-kapan yo hihihihi.

Buku-buku saya kebanyakan ditinggal di Jakarta, isi detailnya sudah banyak yang lupa. Dan saya tidak kuat imannya kalau diterjang dengan, “Dalilnya mana? Dalilnya mana? Dalilnya mana?” Hahahhaha.

Terutama setelah membawa-bawa kisah mengenai Sayyidina Umar yang melempar pasir kepada panglimanya yang dianggapnya tengah terbuai hidup mewah saat menulis tentang petinggi partai tertentu. Kadernya langsung ‘menyerang’ via inbox. Mereka minta judul buku yang memuat kisah tersebut, dan harus lengkap dengan bahasa arabya! Matilah awak! Hahhahahahaha.

Ujung-ujungnya di grup yang lain saat hendak berdiskusi tentang poligami, eike dibilang “Ruwaibidhah.” Ai, ngeri kaliiiiii hehehe. Tapi, jangan buru-buru sakit hati. Untuk saya, dijadikan pelajaran saja . Benar juga. Mungkin selama ini saya suka khilaf membawa-bawa tentang sirah nabawiyah padahal modal google doang hihihi. Kapok akyu mau menulis-nulis tentang Islam lagi. Kecuali ingin membagi opini atau membuka ruang diskusi kali, ya .

Saya tahu berat sekali untuk mempelajari bahasa Arab terutama sikon yang sekarang ada di belahan barat Eropa sini. Jadi, lebih baik menahan diri. Bahas yang lain saja yang memang ada di sini literaturnya . Saya pribadi lebih percaya buku sih emang so far hehe.

Tapi lucunya, kalau membahas biografi orang-orang seperti Gandhi, profil Presiden Uruguay tempo hari, malah dinyinyirin lagi, “Kok membahas orang di luar Islam terus? Bahas yang muslim, dong!” Ampuuuuunnnnn . Intinya sih, bakal tetep diprotes hahaha

Lebih senang menulis tokoh-tokoh dunia popular semacam Gandhi, Bunda Theresa atau mendiang Michael Jackson. Karena enggak bakal ketemu pertanyaan-pertanyaan macam, “Dalilnya manaaaaa?” Hahhahaha.

Tapi, kisah tentang Saladin ini saya tulis pas mudik ke Jakarta tahun 2012 silam. Saya rangkum dari buku, kok . Jadi, dalilnya sahih ya, Kakaaaa hehehe.

Salahuddin Al Ayyubi memang tokoh Islam yang cukup istimewa. Namanya termasyhur hingga disebut-sebut dalam berbagai literatur barat. Saladin menjadi salah seorang tokoh peletak dasar berjayanya Islam selama sekitar 450 tahun di 2/3 belahan dunia (saat itu benua Amerika dan daratan-daratan lain yang belum ‘ditemukan’ belum diitung :P).

saladin

Di masa itu, ketiga agama Samawi hidup rukun di bawah naungan Syariah Islam. Lihatlah, menegakkan Syariah Islam tidak berarti memaksa seluruh orang bersyahadat .

Salah penyebab Saladin dengan cepat merebut simpati rakyat karena gaya kepemimpinannya yang berubah drastis dari pemerintah sebelumnya. Jika sebelumnya para Sultan/petinggi lainnya seolah terasing dalam istana mewah dan menara-menara tinggi, maka Saladin berbaur dengan rakyat. Semacam doyan blusukan gitu kali ya hihihihihi. Saladin juga terkenal ‘santai’ dalam berhubungan dengan bawahannya.

Gaya hidupnya pun sangat jauh dari kemewahan. Asistennya sering sembunyi-sembunyi menaruh uang untuk dipakai saat keadaan darurat karena Saladin benar-benar bukan tipe pejabat yang mengokohkan kemapanan di tengah-tengah masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan .

Di akhir hayatnya, konon, beliau hanya meninggalkan harta sejumlah 47 dirham saja. Menjadi pemimpin di masa lalu itu berat. Tak banyak orang yang mau. Karena dulu mikirnya harus memikul tanggung jawab yang tidak sedikit dan harus mengurus kesejahteraan banyak orang. Kalau sampai ditunjuk pasti tegang dan gelisah.

Kontras, ya, dengan pemimpin masa kini yang berlomba-lomba menaiki singgasana kekuasaan. Menghalalkan segala cara kalau perlu. Apa tidak takut dengan tanggung jawab? Apalagi aura kemiskinan masih menjadi wajah utama tanah air kita tercinta . Itulaaaaaaah, yang mereka kejar adalah ‘tahta’nya bukan tampuk kepemimpinannya. Yang mereka bayangkan adalah hidup megah dan senang-senangnya hehehe.

Lihat saja, tidak sedikit orang-orang yang kalau sudah menjadi anggota dewan, kehidupannya mendadak berubah. Tapi perubahannya tidak diimbangi dengan perubahan hak dan standar hidup orang-orang yang seharusnya diperjuangkannya. Begitulah. Pejabat makin kaya, rakyat tak berpunya makin sengsara.

Rakyat yang ‘berpunya’ ngapain? Ya golput! Hehehehe . Bodo wae lah, urus diri sendiri-sendiri. Mereka yakin there’s nothing they can do. Karena yang salah adalah pemerintah. Yang mereka lupa, pemerintah yang berkuasa adalah pemerintah yang DIPILIH.

Tak sedikit pula yang berdalih bahwa mereka takut salah pilih. Memangnya kenapa kalau salah? Manusia apa tidak boleh berbuat salah? . Kalau salah, besok-besok tinggal ganti pililhan, kan?

Apakah ada jaminannya kalau kita belajar tekun sepanjang malam maka nilai-nilai akademis akan selalu gemilang? Ada jaminannya 100%? Apakah ada jaminan kalau kita membanting tulang dari pagi sampai senja kita akan kaya raya? Ada kepastiannya 100%?

Lantas kalau tidak ada, apakah kita lebih baik memutuskan untuk berhenti berusaha atau berhenti belajar? Tidak kan? .

Karena sebagai muslim, kehidupan kita tidak akan bermuara di dunia. Ada akhirat sebagai masa depan. Nilai akhirnya bukan di sini. Maka dari itu, lucu sekali bila garis finishnya belum kelihatan kita sudah membuka sepatu dan terduduk lesu di pinggir lintasan, “I’m never gonna make it!”

Masih bernyawa kok bertingkah seperti orang yang sudah mati? Sudah tidak ada yang bisa kita lakukan? Itu kan kalau kita sudah terbujur kaku. Tinggal menunggu keputusan akhir.

How do you know? Bagaimana cara kita tahu kalau kita berhenti? Apa yang hendak kita ubah jika kita memilih diam? Apa?

“Do it again. Play it again. Sing it again. Read it again. Write it again. Sketch it again. Rehearse it again. Run it again. Try it again.
Because again is practice, and practice is improvement, and improvement only leads to perfection.”
― Richelle E. Goodrich, Smile Anyway

Gambar : wikipedia.org
Gambar : wikipedia.org

Salah coblos? Coblos yang lain. Salah lagi? Coblos yang lain lagi. Coblos terus. Minimal kita mengirimkan pesan penting, “Hey Dude, we’re not stupid, we’re listening, we’re not ignorant, we’re watching. You fail, you lose our support.”

Lama-lama mereka sadar, “Ajegile, rakyat tambah pinter, kita kudu bener-bener kerja nih sekarang. Suara mereka udahh enggak bisa kita beli lagi.”

Gampang kan rumusnya? Coblos terus. Salah? Ganti. Salah lagi? Ganti lagi.

What you spend years building, someone could destroy overnight;
Build anyway!

Pemilu 2014, jangan golput! 😉

13 comments
  1. Nice reflection …

    “Do it again. Play it again. Sing it again. Read it again. Write it again. Sketch it again. Rehearse it again. Run it again. Try it again. Because again is practice, and practice is improvement, and improvement only leads to perfection.”
    ― Richelle E. Goodrich, Smile Anyway

    Jadi, tahun 2014, Jangan Golput! … bila ingin menjadi bagian dari agen perubahan.

    Trus nyanyi … Do it again by Smoma

  2. nggak akaaannn aku golput, neng poni. Walopun.. walopun.. masih galau siapa atau apa yang mau di coblos. Ah, nyoblos hatinya baginda raja aja kali, ya… huahahaha…
    Kamu tuh ya, udah paassss jadi duta KPU. Sumpah. Aku nggak punya koneksi (eh cie, koneksi..? 😆 ) di KPU, sih. Kalo ada, kusuruh mereka ngelamar kamu jadi duta pemilu 2014, loh. Beneran, iniiii…! 😀

  3. Yeayy!!! Ya deh berubah pikiran. Ga akan golput.^^

  4. Nice, Pemilu again dan Nyoblos again. Bukan parpol yang dikampanyekantapi Anti Golput yang harus digalakkan. Cuman, bingung mau nyoblos partai macam apa? Ham,pir semua sama.
    hehehehehe…!!! Begitu khan ? 🙂 Salam dari Solo Jawa Tengah

  5. Intinya sih, Pemilu kali ini (dan yg selanjutnya) adalah pembelajaran pada kedua belah pihak; yang dipilih dan yang memilih.
    Untuk yang memilih; kalo salah tinggal ganti (but has to wait another 5 years).
    Sedang untuk yang dipilih; belajar menyadari bahwa “membeli” kepercayaan rakyat sekarang bukan pake materi.

    salam kenal (lagi !) ^_^

  6. Iya sih mbak, kalau menulis tentang sahabat ataupun ilmuwan Islam tapi pas bagian yang aneh (bukan yang heroik dsb) gitu,pasti ditanyain dapat darimana?!?! padahal saya tipe orang yang inget isi bacaan, bukan judulnya 😥 jadinya takut sih kalau mau menulis sesuatu yang bisa jadi sebenarnya hikmahnya bagus tapi yagitudeh 😐
    *maap agak OOT (-/.-) *

  7. iya mbak.. rugilah kalau golput.. salah pilih ya lain kali ga milih yg itu. msh ada waktu buat mikit dan milih. gak ada yg sempurna tp paling tdk ada usaha dr rakyat kecil memilih yg sekiranya manfaat bagi orang banyak 🙂

  8. hehehehe,,,pesannya sip,eh disana *emg dimana??hehhe* coblosan juga kan mbk???
    tahun ini nyoblos nggak yaa????belum tahu 😀

  9. Eike nggak mau golput, tapi nggak punya hak pilih, karena tinggal di Bekasi, tapi KTP masih Jakarta. Pas ngurus di Jakarta, katanya sudah bukan warga Jakarta Barat lagi *tepokjidat*

  10. netraaaaaaaaal,,,

  11. sorry, mbak indah juli, salam kenal ya, mgkn ini bisa jadi solusi ;
    Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014, nanti ada 4 jenis Daftar Pemilih, sesuai hasil keputusan judicial review Mahkamah Konstitusi terhadap UU Pemilu Legislatif yaitu :

    1. Daftar Pemilih Tetap (DPT)
    Membawa Model C6.KPU ke TPS dan ditulis di Model A3.KPU

    2. Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)
    yaitu pemilih DPT yang pindah TPS karena alasan tertentu, melapor ke PPS (di kecamatan) 3 hari sebelum hari H dan meminta Model A5, ditulis di Model A4.KPU

    3. Daftar Pemilih Khusus (DPK)
    yaitu pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT/DPTb melapor ke PPS 14hari sebelum hari H dengan membawa KTP ditulis di Model A Khusus KPU

    4. Daftar Pemilih Khusus TAmbahan (DPKTb)
    yaitu pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, DPTb, dan DPK, datang ke TPS dengan membawa KTP/KK dan memilih 1 jam sebelum pemungutan suara ditutup. Ditulis di Model A.T.Khusus KPU.

  12. Ada banyak orang, yang golput bukan karena mereka malas atau takut salah tapi justru karena sadar pemilu bukan jalan perubahan dan mati-matian merubah dari jalan yang lain.

    1. Dengan cara?

Comments are closed.