Every Mom Has Her Own Battle

by : Jihan Davincka

***

Salah satu pertikaian yang tak kunjung usai antara sesama ibu-ibu adalah masalah SAHM vs WM. Stay at Home Mom vs Working Mom. Please, don’t say ‘Fulltime Mom’, karena tidak ada yang namanya ‘Part-time MOm’.

Every Mom has her own battle
Gambar : www.sadlyno.com

“Alhamdulillah ya, sesuatu banget. Gajian lagi hari ini. Bisa beli ini-itu tanpa nyodorin tangan ke suami. Nikmatnya menjadi wanita mandiri.”

Kubu sebelah siap membalas, “Alhamdulillah ya, badan encok karena sibuk BBM an. Kerja gratisnya tidak sia-sia, lho. Insya Allah surga balasannya. Super sesuatu.” BBM = beberes, benah-benah, memasak. Hihihihi.

Dan akhir-akhir ini, kancah pertarungan diramaikan oleh pendatang baru : Working at Home Mom. Biasanya di jumat sore, saat macet menaklukkkan ibukota apalagi jika dibombardir dengan hujan, kubu yang ini siap berkicau :

“Aduh, hujan nih. Berkah namanya. Alhamdulillah ya, di rumah-rumah saja dari tadi. Bebas dari lebatnya hujan. Tapi kantong tetap basah, gak ikut-ikutan kering. Main sama anak sekaligus dapat penghasilan sendiri. Sesuatu banget.”

Yang satu mengatasnamakan kemandirian. Ada yang merasa berhak atas surga. Dan ada yang merasa sebagai pemenang sejati, “hey I’ve got both, mandiri plus kebersamaan bersama keluarga.”

***

Parenting style itu unik tiap orang. Saya tidak pernah meragukan itu. Saya tidak percaya jika lebih banyak SAHM yang berhasil mengantar anak-anaknya ke gerbang kesuksesan. Jika para WM harus mengorbankan keluarganya demi karir. Contoh nyatanya banyak di sekitar saya. Yang saya lihat langsung.

Every Mom has her own battle
Working at Home – Mommy (Gambar : www.alexisgrant.com)

Ibu saya bukan SAHM. Mama panggilannya. Saya ingat betul saat pulang sekolah dulu, bukan Mama yang menyiapkan makanan di meja. Bukan wajahnya yang pertama kali muncul saat saya membuka mata setelah waktu tidur siang usai. Yang meladeni saya berganti-ganti.

Tapi saya tidak pernah lupa yang mana Mama saya ;). Apalagi berniat memanggil yang berganti-ganti itu dengan sebutan ‘Mama’. Tidak pernah. Kalau waktu bisa berjalan mundur pun, saya tidak akan meminta agar Mama stay at home for us. Cukup seperti dulu. She’s always be the best Mom for us ;).

Salah satu kerabat yang saya kenal juga berprofesi sebagai WM. Dari awal perkawinan hingga detik ini. Ketiga anak-anaknya tumbuh diatas rata-rata. Yang bungsu kini tengah menempuh pendidikan kedokteran di universitas negeri ternama di tanah air. Kakak-kakaknya tidak kalah hebatnya secara akademis maupun non akademis.

Dan ada beberapa kerabat yang memilih jalur SAHM. Tapi entahlah, anak-anaknya malah belum mampu berdiri secara tegak bahkan ketika mereka telah memasuki gerbang pernikahan.

Every Mom has her own battle
Gambar : www.nazshemah.com

Tapi ketika saya memutuskan mengakhiri status sebagai Working-Mom 3 tahun yang lalu bukan karena figur mana pun. It’s my own choice. Buat saya pribadi, itu adalah pilihan terbaik yang paling cocok untuk saya. Belum tentu buat orang lain ;).

Tentu ada adjustment yang harus dilakukan. Tidak 100% kerelaan langsung berlabuh dalam hati.

***

“Ah, dia gak ngurus anak. Seharian saja di kantor. Anak dikasih ke pembantu.” Cibiran buat Ibu pekerja kantoran.

Hey, sepanjang hari di kantor, statusnya sebagai Ibu tidak dicopot begitu saja. Subuh-subuh sudah harus bangun mempersiapkan makanan si kecil. Pagi – siang – sore menelepon ke rumah mengecek si kecil di sela-sela kesibukan kantor.

Jangan mencibirnya. Belajar saja akan ketangguhannya membagi waktu. Kekuatan hati yang tanpa batas untuk senantiasa membagi pikiran antara pekerjaan di kantor vs pekerjaan di rumah.

Every Mom has her own battle
Working Mom (Gambar : www.eyesonheaven.net)

“Ih, kok mau yaaaa, sekolah tinggi-tinggi kok lha ya BBM-an doang di rumah.” Definisi BBM nya diatas, masih ingat kan? :P.

Sepanjang hari di rumah bersama anak tidak hanya menggunakan kekuatan fisik saja, batin juga mesti kuat ya, Bok :P. Jangan bertanya-tanya, ambil saja hikmah kesabaran seluas samudera mereka yang memilih jalan ini.

“Ih, paling keren gue dong. Bisa sepanjang hari di rumah. Uang mengalir terus. Deket ama anak sekaligus mandiri secara keuangan.” Mau, mau, mauuuuuuu! Hehehe.

Pada umumnya yang model seperti ini ikut bisnis MLM. Wah, berkarir di dunia MLM ini beda lagi lho tantangannya ;). Atau buat yang berbisnis lain di rumah, pasti repot membagi pikiran sekaligus tenaga jadi dua di saat yang sama. Kita bisa melihat dan mencontoh persistensi mereka yang tak ada habis-habisnya.

Jadi, intinya bukan di seberapa banyak waktu yang diluangkan untuk keluarga. Apa artinya bila pilihan itu tak bermakna dan malah menjadi bumerang?

Relakah meletakkan karir demi anak tapi sepanjang hari meratapi pilihan itu?

Apa sanggup setiap hari menghabiskan waktu di belakang meja tapi tak kunjung rela bila membayangkan anak harus berada di tangan orang lain?

“Sebesar apa pun keinginan untuk membahagiakan anak dan keluarga, jangan pernah mengabaikan kebahagiaan diri sendiri.”

Every Mom has her own battle
Happy Mom (Gambar : www.mohersnotebook.com)

Apa yang coba ditawarkan kepada mereka jika kita sendiri telah merasa kebahagiaan kita telah tercabut dari akarnya? Ingat petunjuk keselamatan dalam pesawat untuk pertolongan pertama saat sirine tanda bahaya berbunyi, “selamatkan diri Anda terlebih dahulu sebelum menyelamatkan orang lain.”

***

“Surga dibawah telapak kaki Ibu.” Bukan di bawah telapak kaki Ibu Rumah Tangga, Ibu Pekerja Kantoran, atau Ibu Pengusaha :P. Tapi di telapak kaki (semua) Ibu :).

Semua pasti ada pengorbanannya. As every Mom has her own battle. Win yours without being ‘nyinyir’ to others.

Sepakat? ;).

48 comments
  1. themamah said: Semua pasti ada pengorbanannya. As every Mom has her own battle. Win yours without being ‘nyinyir’ to others. Sepakat?

    setujuuu~masing-masing punya pilihan, resiko dan pengorbanan sendiri-sendiri 😀

  2. setujuuuu… moms..

  3. themamah said: Surga dibawah telapak kaki Ibu.” Bukan di bawah telapak kaki Ibu Rumah Tangga, Ibu Pekerja Kantoran, atau Ibu Pengusaha :P. Tapi di telapak kaki (semua) Ibu :).

    mantab dah quotenya!! contek aah! :))

    1. hmm….quote ngelees….trll sembarangan membuat kesimpulannya…

      1. hmmmm…komentar sotoy, terlalu sembarangan menilai orang 😉

  4. Haha iyaa.. itulah keunikan perempuan, kompleks, rumit dan inilah yang susah dipahami para suami hihihi..

  5. Mbak Dyah : bener Mbak, perempuan itu ‘peer pressure’nya sepanjang waktu. Dari kecil sampe udah jadi emak-emak hihihihiih…

  6. udah pernah baca pas di TUM. Syegerrr ngingetnya lagii

    1. Mbaaaaa, ya ampun, maraton begini komentarmu Mbak hehehehehe. Terima kasih banyak Mbak sudah meninggalkan jejak 🙂

  7. YA MBAK BALASANNYA DR KEIHKALASAN INSYAALLAH SURGA

    1. Insya Allah semua ikhlas ya, Mbak. Masuk bareng-bareng deh kita semua :). Aamiin 😉

  8. wah berbakat nulis neh si embak emam ibu simbok….ditunggu edisi berikutnya. ( SAHD VS WD )???D=Daddy hehhehe..

    1. Komennya bikin penasaran, euy. Do I know U? Hehehehehe. Mendadak kepo, nih 😀

  9. nice post mbak..keren…salam kenal mbak *jabat tangan peluk* heheee

  10. aku suka menjadi semuanya, asal ikhlas dan bisa membagi waktu. Menjadi ibu yang BBM an aku pernah, WM aku pernah, untuk yang bisnis di rumah aku belum. Tapi inti dari semuanya ikhlas dan bisa mbagi waktu.

  11. inspiring buuuuu,,,win my own battle without nyinyir to otherS!!!

  12. Sy stju bnget dg tdk nyinyir ny. Tp sbg muslim sy msh ingat mgenai hukum islam. Bgmanapun, membesarkan dn mgurus anak adl fardu ‘ain, tp kalo bkerja it fardu kifayah.

    1. Pilihan masing-masing lah, Mbak :).

      1. jika anda muslimah…pilihlah spt yg diajarkan dlm islam jgn pake logika berpikir kita yg banyak kelemahannya dan kebenarannya semu semata…

    2. Apakah bekerja berarti tidak membesarkan dan mengurus anak? Bgmn jk malah dpt 2-2nya? Sy setuju utk tidak nyiyir, dan saling menghormati pilihan masing2..

      1. Sip, akur berarti ya Mbak ^_^

  13. Setuju buanget…sy sdh prnh 22nya…tp pilihan sy kembali mnjdi WM…untuk alasan apa…cuma Allah yg tahu kebenarannya….
    So…jgn nyinyir sm bu ibu yg lain…krna masing2 pny alasan dibalik keputusan mrka.
    Makin cinta nih sm tulisan2 Mba Jihan…very inspiring…

    1. Toss. Eike juga pernah dua-duanya ;).

      1. Toosss 🙂
        Tp emang sih…aq kan manusia,kdng2 msh suka aja ni mulut or pikiran jelek ngomongin knp mereka yg sdh mengenyam pendidikn sedemikian tinggi mw mnjdi “sekedar” ibu rumahtangga….mw dkemanakan ilmu yg mereka peroleh selama ini…tp emang klw ad pikirn jelek pasti ad pikiran baik…mungkin mereka mempergunakan ilmu mereka terutama di lingkungan pribadi mereka…yaitu anak2 mereka 🙂 begitu barangkali 🙂
        “̮ƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐ”̮.. Sok tau deh ane 😛

  14. Bagus banget dan menyentuh hati, saya sendiri WM yang sekarang sedang kepikiran untuk pindah ke SAHM.

    1. Semoga cepat mendapat jawaban terbaiknya, ya 🙂

  15. Love this post alot mak.. Semua ibu punya pertimbangan nya masing2,pilihan kita insyaallah yg terbaik utk kita n keluarga.. Omongan org lain mah… Cincaay lahh Dont worry be Happy 🙂

  16. setuju banget mb, sy juga pernah 2-2nya, tapi akhinya memilih SAHM dengan alasan tidak jg dapat pengasuh anak yg baik, terakhir dapat yg kasar sama anak kecil dan panjang tangan (pdhl di dpn baik, bkin trauma!). Masing2 ada tantangannya sendiri2 itu betul bgt, yg ptg apapun pilihan trakhir harus dijalani sepenuh hati, ambil positifnya n do the best! untuk SAHM tantangannya adalah gmn spy bisa bersabar menata hati g nurutin esmosi..abis kdg2 si kecil lebih bkin mumet drpd bos di kantor wkwkwk

  17. Ada juga lho mbak yang bilang, kalo SAHM yang jadi ibu seutuhnya n masuk surga, sebenernya pengen sih SAHM tapi demi dapur ngepul ya ngantor aja, kalo anak-anak lagi rewel ato sakit rasanya pengen resign aja, tapi kata Ibu2 temen kantor kalo anak-anak masih balita emang repot, tapi nanti kalo anaknya sudah gede dan ditanya lebih seneng ibunya kerja daripada dirumah…

  18. Ah, saya belum jadi Mama… Tapi kalau saya nanti jadi mama, saya sih sebodo amat sama omongan orang. Toh yg bikin rumah bersih, dompet basah, sama dapur ngepul ya suami dan saya sendiri, bukan orang lain. 🙂
    Hidup cuma sekali, isi dengan yg bermanfaat saja kan ya Mbak, daripada saling ejek dan hina. Kalau SAHM iri sama WM, ya coba jadi WM. Nah kalau WM iri sama SAHM, ya cobalah jadi SAHM. Adil gitu pernah merasakan dua-duanya :).
    Sharing is caring, thanks for sharing Mbak Jihan.. 🙂

  19. suka banget mb jihan… 🙂

  20. Reblogged this on A Day in Our Life and commented:
    “Jangan mencibirnya. Belajar saja akan ketangguhannya membagi waktu. ”

    Bagus untuk dibagikan 😀

  21. Setuju mbak.. thanks ya mbak, salam kenal..

  22. Mba saya suka banget sama tulisannya, iya saat ini dengan berkembangnya media sosial makin gampang saja bagi orang (sesama wanita) buat nyinyirin kaumnya sendiri. Mungkin itu tantangannya di jaman skrg, beda pada jaman ibu2 kita kerja yang mungkin dinyinyirin tetangga aja. Ibu saya pun seorang WM, dan sampai saat ini saya gak pernah merasa kekurangan kasih sayang dr ibu saya. Walaupun saya juga dibesarkan oleh seorang pengasuh. Saya sendiripun sebentar lagi punya baby, dan untuk sementara akan tetap menjadi ibu pekerja, dengan alasan pekerjaan suami masih belum settle banget karena pekerjaanya by project dan kantor saya masih memberikan fasilitas yang lebih (asuransi kesehatan, tunjangan dll) yang dibutuhkan buat keluarga kecil kami. Sayapun berpikir nanti jika suami saya sudah mendapatkan pekerjaan yang settle mungkin saya bisa mengambil pilihan pekerjaan yang bisa fleksible dan dekat rumah (I hope so) 🙂

  23. Tulisan yg ‘menarik’… sangat realistis dan pragmatis… slm kenal mbak 🙂

  24. Belajar tersenyum dan berbesar hati untuk yg suka nyinyir, hidup adalah pilihan, belajar berbahagia ketika pilihan sudah di buat, ibu saya dulu SAHM yg akhirnya menjadi WM, tp bagi saya beliau tetap ibu nomor 1 di dunia, setiap tetes peluhnya mengantarkan kami jd sarjana, ibu saya bukan pekerja kantoran, tetapi hanya penjual kebutuhan harian yg setiap hari membawa keranjang sayuran, kata siapa ibu saya bukan calon penghuni surga? Kata siapa ibu saya tidak berhak menempati posisi mulia di bandingkan dengan ibu yg bekerja di rumah mengurus keluarga? Bila Allah memberi kesempatan memilih, saya tdk akan mengganti ibu saya sr WM menjadi SAHM

  25. tidak ada satu pun ayat dalam Al Qur’an yang mewajibkan wanita mencari nafkah.wanita di dalam Islam dinafkahi oleh laki-laki: ayahnya/saudara laki2nya/suaminya/anak lelakinya/kerabat laki2,dan jika tiada seorangpun, maka negaralah yang menanggung hidupnya.

    tapi negara yang bagaimana????

    saat ini, beginilah kita hidup di bawah sistem kehidupan kapitalisme.
    wanita dicabut dari hukum asalnya dalam Islam: wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. sehingga, karena beban ekonomi, wanita terpaksa(?) keluar rumah untuk bekerja.padahal hukum ia bekerja hanyalah mubah ~ tidak berpahala tidak berdosa.

    ini bukanlah masalah pribadi, ini adalah masalah sistem. sistem kehidupan kapitalisme yang rusak dan merusak telah meruntuhkan sendi2 keluarga. wanita dinilai keberhasilannya dari berapa besar ia menghasilkan uang bukan dari ketaatannya kepada sang Pencipta dan Pengatur.

    sistem ini gagal memaksimalkan peran wanita sesuai dengan fitrahnya.sistem ini juga gagal memaksimalkan peran lelaki dalam kewajibannya mencari nafkah.sekarang banyak lelaki tidak berdaya.
    sistem ini membuat keluarga hanya berfungsi ekonomi.

    salahkan sistem kapitalisme ini, yang menghembuskan isu2 kesetaraan gender yang sesat, yang menipu wanita tentang kemandirian.

    sistem kapitalisme inilah yang dipakai oleh negara, bukannya memecahkan masalah, tetapi malah menambah persoalan wanita.

    jangan saling memusuhi, para wanita yang dicintai dan dimuliakan Allah swt.
    musuhilah sistem kapitalisme yang rusak dan merusak itu.
    perjuangkanlah sistem yang memuliakanmu, yang memuliakan manusia karena dibuat langsung oleh Sang Pencipta manusia
    sistem kehidupan yang memuaskan akalmu, menentramkan jiwamu, dan sesuai dengan fitrah kewanitaanmu.

    Sistem kehidupan Islam.

    1. Kok malah jadi nyalahin sistem kapitalisme? Bunda Khadijah itu seorang pedagang besar lho di masanya :). Dulu kan orang belum bisa berdagang online tinggal duduk-duduk di rumah hehehe.

      Pahamilah, tidak semua ibu yang memilih bekerja itu SEMATA-MATA karena uang saja :).

    2. Dengan tidak bermaksud menyinggung, saya percaya satu hal: apabila Tuhan menginginkan maka hal itu akan terjadi. Apabila Tuhan memang menginginkan semua perempuan diam di rumah, maka Tuhan tidak akan membuat ada laki-laki yang dipecat, yg gajinya kurang, yang bisnisnya bangkrut. Tapi kenyataannya tidak demikian bukan?. Saya hasil keluarga yg bapak saya tidak bekerja lagi setelah dipecat saat krisis moneter karena usia sudah lanjut dan pendidikan rendah. Alhamdulilah ibu saya working mom yang tidak pernah mengorbankan karir walau didorong-dorong untuk resign oleh ibu mertuanya. Kalau saja ibu saya dulu resign, mungkin saya sekarang cuma jadi penjaga toko di ITC dengan ijazah dari SMA Inpres, dan tidak akan pernah sempat mengecap bangku s2 atau menjadi dosen atau menjadi wiraswasta seperti saya sekarang.

  26. Its good, jangan saling menyudutkan dengan status ibu, yg jadi ibu rumah tangga ya jangan bilang “masak nitipin anak ke orang lain, emang situ rela menitipkan uang, emas ke orang lain? Ga kan?” Tapi yang jadi ibu pekerja ya jangan bilang “apa2 minta suami, ga tahu sih susahnya cari duit” menurut saya semua ibu itu HEBAT, apapun posisi anda, asal bisa jadi ibu yg baik buat anak2nya, dan istri yg baik buat suaminya, menurtku itu yang terHEBAT, dan saya masih belajar dan berusaha supaya bisa jadi ibu pekerja yg tetep care sama anak, dan istri pekerja yang tetep care sama suami.

    1. Akur, Mbak 😀

  27. Menjadi WM itu pilihan bodoh perempuan mata duitan. Di sekitar sy byk wm tp anaknya disia-siakan. Sok gaya pake barang2 mentereng tp anaknya diserahin ke pembantu. Anak diasuh neneknya yg udah sakit2an. Wm itu hanya menukar anak demi karir dan uang. Gak paham gmn cara mendidik karakter anak. Anak jd kasar dan lbh deket sm pengasuh.

    1. Banyak juga WM yang sukses mendidik anak :D.

  28. wm or sahm aq rasa bukan masalah pilihan bodoh or apa ya.. tp aq yakinnya..anak yg bagus itu berasal dr orangtua yg bahagia.. kl mang ibu bahagia dgn karirnya y silahkan..or ingin jd pure sahm..atau kerja drumah.. itu pilihan mreka kok..yg pnting bahagia..dgn bahagia otomatis kluarga pun ikut tertular kebahagiaannya.. trmsuk pada anak kan..

    dan satu lagi..membesarkan anak itu kewajiban orangtuanya yah..jadi ayah dan ibu punya porsi yg sama utk mmbesarkan anak..bukan dibebankan k salah satunya aja..

  29. Setuju sama mba jihan. Kondisi masing-masing keluarga kan juga berbeda-beda. Seharusnya bisa saling menghargai dan saling support, stop nyinyir hehe

  30. ih, habis baca review zootopia koq malah merepet baca semua tulisan mbak jihan yah. terakhir kali baca postingannya waktu mbak jihan masih di jeddah (uda lama banget!) 😀

    apapun pilihannya, semua pasti pingin yang terbaik buat anaknya. Baik yg WM, SAHM ato WAHM. sudah pernah nyoba jd SAHM, tp ternyata keadaan menyuruh saya balik ke WM lagi. Perna nyoba jd WAHM, alamaaaak…susyah bagi waktunya. si 2 bocah lakik langsung teriak-teriak deh klo emaknya pegang hape :p

    yang jelas, nggak ada part time mom lah ya ^_^

Comments are closed.